3 Alasan Boedy JVS Ingin Ikut ‘Nongkrong’ di Bisnis Co-living

Cove Aluya yang berlokasi di Bintaro merupakan salah satu yang memiliki performa terbaik dalam portofolio Cove, dan hal ini bukan tanpa alasan. Pemilik dari properti ini adalah pria yang akrab disapa Boedy JVS, pebisnis handal yang memimpin perkembangan industri tembakau elektronik Indonesia dengan kesuksesan Jakarta Vape Shop, NIXX, dan posisinya sebagai Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI). Beliau juga turut mendiversifikasikan bisnis ke industri olahraga Padel yang sedang populer melalui Tetu dan Pedal Padel. Jika kita jejerkan satu persatu, diversifikasi bisnis co-living miliknya terlihat berbeda total dengan apa yang biasa ia geluti.
Tim Cove berkesempatan untuk berbincang langsung dengan Boedy di HQ JVS, dan mempelajari kenapa co-living menjadi bentuk diversifikasi bisnis yang menarik untuk mulai dia geluti.
Investasi Bisnis Jangka Panjang yang Tidak Lekang Waktu
Boedy melihat salah dua ekspansi bisnis yang dia miliki, Padel dan co-living, melalui dua kacamata yang berbeda. Boedy melihat peluang besar dalam bisnis Padel, terutama dengan permintaan yang besar, tren yang pesat, dan Willingness to Pay (WTP) yang saat ini menjadikan Padel sebagai ladang cuan. Namun, Boedy tetap menyadari bahwa bisnis ini sangat bergantung dengan tren dan momentum.
“Sekarang kita bisa bilang tren Padel bisa mencapai break even point (BEP) dengan cepat. Tapi, kita nggak tahu nih sampai kapan bertahan trennya. Oleh karena itu, persaingannya menjadi skema siapa cepat dia dapat,” jelas Boedy.
Boedy tentunya menjadi salah satu yang berhasil memanfaatkan momentum Padel dalam bisnisnya. Namun, dirinya juga ingin menyeimbangkan diversifikasinya ke investasi yang bersifat lebih jangka panjang, dan di sinilah co-living menjadi peluang baru.
“Menurut saya, co-living itu bisnis yang sangat menjanjikan. Memang tidak cepat, tidak langsung, dan mungkin membutuhkan 5-6 tahun untuk mencapai BEP. Tapi kita harus bisa melihat ke depan, semua orang pasti butuh tempat tinggal. Bisnis ini menjadi bekal masa depan, untuk anak-anak saya bahkan, apa lagi jika saya bisa nyicil membuka lebih banyak lagi co-living ke depannya,”
Potensi Pasar yang Menjanjikan
Seperti yang beliau sampaikan, semua orang membutuhkan tempat tinggal. Kebutuhan akan hunian menjadi perbincangan yang ekstra hangat dengan berbagai tantangan yang dihadapi banyak generasi muda dalam proses menuju kepemilikan rumah. Boedy melihat co-living sebagai format hunian yang inovatif, karena hunian ditawarkan dalam jangka sewa yang rendah komitmen, ditambah dengan beberapa daya tarik utama ala rumah impian seperti akses ke pusat-pusat gaya hidup, desain interior modern, dan fasilitas tambahan yang jarang ditemui di produk hunian sewa lainnya.
And, he’s right. Dalam waktu kurang lebih enam bulan, Cove Aluya sudah berhasil mencapai occupancy rate sebesar 90 persen. Boedy bahkan ingin melanjutkan kesuksesan Cove Aluya dengan menghadirkan lebih banyak co-living lainnya di Jakarta. Salah satu rencana terdekatnya adalah membuka cabang kedua bisnis co-living miliknya bersama Cove di wilayah Terogong, di atas tanah yang memiliki akses jalan kaki yang sangat dekat ke MRT Cipete Raya.
“Bisa mencapai occupancy rate di 90 persen menurut saya luar biasa, membuktikan bahwa minat pasar terhadap co-living memang kuat,” ungkap Boedy. “Untuk bisnis co-living saya rasa nggak ada yang ‘mati’ selama dikelola dengan benar ya, selama kita memastikan bahwa tenant betah dan nyaman. Saya sudah lihat beberapa orang di Cove Aluya yang sudah ditinggal selama hampir 9 bulan, berarti kan mereka betah.”
Kemudahan Manajemen Operasional Bisnis
Alasan terakhir yang mendorong Boedy untuk menggeluti bisnis co-living adalah fleksibilitas dalam manajemen, terutama dengan kehadiran operator layaknya Cove. Boedy memilih untuk menggandeng Cove karena kalender beliau sudah dipenuhi dengan berbagai rapat, agenda, dan berbagai tuntutan sebagai pebisnis yang mengelola begitu banyak lini bisnis. Ditambah lagi, Boedy adalah seorang anak, suami, dan ayah dari tiga bidadari cantik.
“Semuanya itu easy bareng Cove. At the end, keuntungan tetap kembali ke kita sebagai pemilik. Bedanya, kita tidak pusing lagi. Semua data, laporan, kebutuhan penghuni, pembetulan, semuanya saya bisa akses dari ponsel karena sepenuhnya digital. Sebagai pemilik bisnis, model pengelolaan seperti ini menjadi sangat efisien dan nyaman.”
Boedy juga memilih bermitra dengan operator karena pengalaman yang dimilikinya di industri kost/co-living belum sepanjang di industri vape maupun padel yang sudah dia kuasai. Dengan begitu, dirinya tetap bisa ikut ‘nongkrong’ di meja bisnis co-living dengan arahan dari pemimpin industri, dan tidak perlu mengarungi terlalu banyak trial and error.
Jika kamu adalah pemilik dari tanah yang sedang idle, properti yang tidak maksimal, atau seorang pengusaha yang sedang ingin mendiversifikasikan bisnis, mungkin langkah Boedy untuk menjelajahi industri co-living juga bisa diterapkan.
Cove percaya bahwa tinggal di hunian yang nyaman adalah hak semua orang, dan co-living bisa menjadi alternatif hunian sewa sembari menabung untuk membeli maupun membangun rumah impian di masa depan.